TAJUK RENCANA
Senin, 1 April 2013 | 02:16 WIB
Negeri yang Sedang Galau
Kapolsek Dolok Pardamean Andar Siahaan tewas dikeroyok
massa. LP Cebongan, Sleman, diserbu gerombolan bersenjata. Empat tahanan
dieksekusi.
Kepala Staf TNI AD Jenderal Pramono Edhie Wibowo
membentuk tim investigasi internal karena ada laporan keterlibatan oknum TNI AD
(fakta). Dalam era demokrasi digital, setiap orang bisa punya tafsir sendiri
atas sebuah peristiwa, seperti juga dalam kasus Cebongan. Foto-foto, terlepas
benar atau tidaknya substansi foto itu, tersiar luas, yang bisa memengaruhi
persepsi publik. Di Jakarta, polisi menembak mati perampok SPBU. Kita tarik
beberapa hari lalu, Markas Polres Ogan Komering Ulu diserbu anggota TNI yang
tak puas atas proses hukum penembakan anggota TNI oleh anggota polisi.(fakta)
Inilah sebagian potret negeri yang galau. Kita miris
melihat realitas kekerasan yang seakan sudah menjadi hal ”normal” di tengah
ketidaknormalan kehidupan kita sehari-hari(opini). Premanisme merajalela dan
menyebarkan psikologi ketakutan. Rentetan kekerasan itu sebenarnya mengirimkan
pesan yang keras: Indonesia memasuki era bahaya! Hukum tak lagi dihormati dan
kekuatanlah yang menggantikan hukum dan sistem hukum itu sendiri! (opini)
Negara gagal menjadi pagar terhadap kekerasan(opini).
Bahkan, dalam beberapa kejadian, justru aparat negaralah yang mempertontonkan bagaimana
kekuatan dan kekerasan digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Kita kutip tulisan Prof Azyurmardi Azra di harian ini.
Kian mewabahnya hukum rimba dan meluasnya keberantakan hukum (lawlessness)
tidak ragu lagi merupakan salah satu indikator pokok negara gagal (failed
state). Azyurmardi meminjam kesimpulan When States Fail: Causes and
Consequences (editor Robert I Rotberg, 2003), negara gagal adalah negara yang
tidak mampu memberikan kebajikan umum (public good) kepada warga, khususnya
keamanan atas harta benda dan jiwa.
Kita angkat fenomena itu bukan untuk membangkitkan
pesimisme, melainkan mengentak kita semua untuk mengoreksi perjalanan yang
salah arah ini. Faktor pimpinan nasional memegang peran penting untuk
mengoreksi itu semua. Dengan modal sosial yang dimiliki, kita tak ingin negara
ini gagal. Karena itu, kita berharap setelah menyelesaikan masalah internal
Partai Demokrat dan Kongres memilih Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketua
umum, Presiden bisa segera mengatasi persoalan ”hukum rimba” dan problem
sosial-ekonomi lain.
Kita mengharapkan Yudhoyono bisa menjadi contoh bagi
menterinya yang merangkap sebagai ketua umum partai. Sebagaimana sering
dikatakan Yudhoyono yang meminta menterinya fokus pada urusan pemerintahan
daripada parpol, kini sorotan publik akan tertuju pada sosok Presiden Yudhoyono
sendiri bagaimana Presiden memfokuskan pada tugas pemerintahan yang kian
kompleks daripada tugas parpol. Mencegah terjadinya ”hukum rimba” amat
mendesak segera ditangani Presiden! Konstitusi harus jadi batu penjuru!
Fakta :
1. Kepala Staf TNI AD Jenderal Pramono Edhie Wibowo membentuk tim investigasi internal karena ada laporan keterlibatan oknum TNI AD (fakta).
2. Kita tarik beberapa hari lalu, Markas Polres Ogan Komering Ulu diserbu anggota TNI yang tak puas atas proses hukum penembakan anggota TNI oleh anggota polisi.(fakta)
Opini :
1. Negara gagal menjadi pagar terhadap kekerasan(opini).
2. Kita miris melihat realitas kekerasan yang seakan sudah menjadi hal ”normal” di tengah ketidaknormalan kehidupan kita sehari-hari(opini).
Opini Redaksi :
Presiden hendaknya menangani terjadinya ”hukum
rimba” dan Konstitusi harus jadi batu penjuru!
Pihak yang dituju: SBY
Tujuan redkasi :
mengimbau
presiden agar menangani hukum rimba dan menjadikan konstitusi sebagai batu
penjuru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar